Selasa, 12 April 2011

Menunggu senja di halte sunyi

Masdar A Majied
Menunggu senja di halte sunyi

1
Mentari yang panas membara
Mulai beranjak dingin ketika kumandang azan asar sayup jelas terdengar
Dari surau usang yang jarang disambangi ummat
Hanya pak muazin dan putrinya yang setia
Dan beberapa nyamuk terus melantunkan zikir
Dan beberapa ekor laba-laba yang rajin I’tikaf

Halte ini masih sunyi
Walau sudah kutunggui hampir dua kali azan
Langit barat mulai memerah
Lampu kecil pojok suaru sudah menyala
Suara deritan orang menimba beberapa kali terdengar
Suara serangga malam mulai ramai
Apakah pertanda penantian harus usai

Aku harus beranjak ke surau
Untuk sekedar membasuh muka dari debu yang kering
dan membasahi kedua tangan yang terasa kering
dan memerciki kepala agar terasa sedikit sejuk
dan menyirami tapak kaki yang mulai pecah-pecah
dan menciumi tanah tempat berpijak
agar jiwa ini percaya bahwa ia masih berada di bumi
tempat bertanam dan berniaga
dan sedikit memuasi dahaga jiwa

2
Bidadari malam telah sempurna
Suara nyanyian serangga telah mereda
Tinggal suara katak dan sesekali kepak kelelawar di pohon sawo
Mengantarkan ku ke rumah singgah
Membaringkan jiwa raga yang lelah
Sambil merenda mimpi , kisah indah di halte esok hari

(di pelataran depan masjid
Anakku, Said *) berkejaran
Menanti guru ngajinya, yang juga ibunya
Yang masih sibuk di dapur
Yang kemudian shalat asar berjama’ah
Yang kemudian duduk di belakang meja kecil
menghadapi anak-anak berjajar ke belakang
Yang kemudian melantunkan surat Fatehah bersama
Yang kemudian terdengar lantunan al Quran seperti suara lebah bertawaf
Yang kemudian terdengar suara azan … )

*) Muhammad Said Abdurrahman Al Anshari


3.
Suara azan subuh telah menggema
Pertanda istirah disudahi, perjalanan harus dilanjutkan
Jalanan mulai sibuk dengan lalu lalang
Halte itu sedikit berdesak
Bau keringat mulai menyengat
Bayangan telah lenyap
Suara azan mulai bersahutan
Kesibukan sedikit dikendorkan
Tapi penantian masih harus terus kulakukan
Sampai penjemputku datang

4.
Debu mulai beterbangan
Dedadunan mulai menguning, satu dua berjatuhan
Angin tenggara sudah berdatangan
Suara ‘garengpung’ menyanyikan lagu asmaradana memercikkan senandung rindu
Sepasang pipit telah berbagi, melantunkan tasbih tiada terputus
Menaikan do’a untuk generasi berikutnya

Aku tetap setia menemani sunyi
Menunggu halte untuk disinggahi
Walau jalanan tak lagi berpenghuni

Juni 2010